Monday, April 26, 2010

Nikah Beda Agama dan Perkawinan Campuran

Dalam Undang-undang tidak diatur tentang perkawinan beda agama. Tetapi dalam pasal 1 UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 memberikan pengertian tentang perkawinan yaitu : "Ikatan lahir batin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa". Berarti dituntut, bila akan melaksanakan perkawinan, dasari atas ikatan lahir batin.

Sedang dalam pasal 2 UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".Artinya pihak yang akan kawin menganut agama yang sama. Jika kedua-duanya itu berlainan agama, menurut ketentuan dalam UU Perkawinan dan peraturan-peraturan pelaksananya, maka perkawinan tidak dapat dilangsungkan, kecuali apabila salah satunya ikut menganut agama pihak lainnya itu.


Perkawinan campuran antara pria berwarganegara Swiss dengan wanita berwarga negara Indonesia harus memenuhi beberapa persyaratan. Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia, dilakukan menurut Undang-undang perkawinan R.I No. 1 Tahun 1974, (pasal 59 ayat 2).

Yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan (pasal 57). Dari definisi pasal 57 UU Perkawinan ini dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai berikut:
1.     perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita;
2.     di Indonesia tunduk pada aturan yang berbeda;
3.     karena perbedaan kewarganegaraan;
4.     salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Unsur pertama jelas menunjuk kepada asas monogrami dalam perkawinan. Unsur kedua menunjukkan kepada perbedaan hukum yang berlaku bagi pria dan wanita yang kawin itu. Tetapi perbedaan itu bukan karena perbedaan agama, suku bangsa, golongan di Indonesia melainkan karena unsur ketiga karena perbedaan kewarganegaraan. Perbedaan kewarganegaraan ini bukan kewarganegaraan asing semuanya, melainkan unsur keempat bahwa salah satu kewarganegaraan itu ialah kewarganegaraan Indonesia.
Tegasnya perkawinan campuran menurut UU ini adalah perkawinan antar warganegara Indonesia dan warganegara asing. Karena berlainan kewarganegaraan tentu saja hukum yang berlaku bagi mereka juga berlainan.

Syarat-syarat dan pelangsungan Perkawinan Campuran
Apabila perkawinan campuran itu dilangsungkan di Indonesia, perkawinan campuran dilakukan menurut UU Perkawinan (pasal 59 ayat 2). Mengenai syarat-syarat perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing pihak (pasal 60 ayat 1).

Pejabat yang berwenang memberikan keterangan tentang telah dipenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing pihak ialah pegawai pencatat menurut hukum masing-masing pihak (pasal 60 ayat 2). Apabila pegawai pencatat menolak memberikan surat keterang itu, yang berkepentingan itu mengajukan permohonan kepada Pengadilan, dan pengadilan memberikan keputusannya. Jika keputusan pengadilan itu menyatakan bahwa penolakkan itu tidak beralasan, maka keputusan Pengadilan itu menjadi pengganti surat keterangan tersebut (pasal 60 ayat 3).

Setelah surat keterangan Pengadilan atau keputusan Pengadilan diperoleh, maka perkawinan segera dilangsungkan. Pelangsungan perkawinan dilangsungkan menurut hukum masing-masing agama. Bagi yang beragama islam, menurut hukum islam yaitu dengan upacara akad nikah, sedangkan bagi agama yang bukan islam dilakukan menurut hukum agamanya itu. Dengan kata lain supaya dapat dilakukan akad nikah menurut agama islam, kedua mempelai harus beragama islam. Supaya dapat dilakukan upacara perkawinan menurut catatan sipil, kedua pihak yang kawin itu harus tunduk ketentuan upacara catatan sipil. Pelangsungan perkawinan dilakukan dihadapan pegawai pencatat.

Ada kemungkinan setelah mereka memperoleh surat keterangan atau putusan Pengadilan, perkawinan tidak segera mereka lakukan. Apabila perkawinan mereka tidak dilangsungkan dalam masa enam bulan sesudah keterangan atau putusan itu diberikan, maka surat keterangan atau putusan pengadilan itu tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5).

Pencatatan perkawinan campuran
Suatu perkawinan dianggap sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku guna memperoleh akte nikah,sebagai bukti bahwa perkawinan tersebut adalah sah.

Perkawinan campuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti, bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi (pasal 60 ayat 1). Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi sehingga tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi (pasal 60 ayat 2).

Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan). Pegawai pencatat yang berwenang bagi yang beragama islam ialah Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedangkan yang bukan beragama islam adalah Pegawai Kantor Catatan Sipil.
Apabila perkawinan campuran dilangsungkan tanpa memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan maka yang melangsungkan perkawinan campuran itu dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan (pasal 61 ayat 2). Pegawai pencatat yang mencatat perkawinan, sedangkan ia mengetehui bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan dihukum jabatan (pasal 61 ayat 3).

Kewarganegaraan Akibat Perkawinan Campuran
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya menurut cara-cara yang ditentukan Undang-undang Kewarganegaraan R.I yang berlaku yaitu UU No. 62 Tahun 1962.

Menurut Undang-undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI, pewarganegaraan diberikan atas permohonan pewarganegaraan kepada Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan Menteri.

Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pewarganegaraan menurut UU ini pemohon harus:
1.     Sudah berusia 21 tahun. 
2.     Lahir dalam wilayah RI, atau pada waktu mengajukan permohonan bertempat tinggal dalam daerah itu selama sekurang-kurangnya 5 tahun berturut-turut yang paling akhir atau sama sekali selama 10 tahun tidak berturut-turut; 
3.     Apabila ia seorang laki-laki yang kawin mendapat persetujuan istri (istri-istrinya);
4.     Cukup dapat berbahasa Indonesia dengan mempunyai sekedar pengetahuan tentang sejarah Indonesia serta tidak pernah di hukum karena melakukan kejahatan yang merugikan Republik Indonesia dalam keadaan sehat rohani dan jasmani; 
5.     dalam keadaan sehat rohani dan jasmani;
6.     Membayar pada kas negara antara Rp 500,- sampai Rp 10.000,- yang ditentukan jawatan pajak tempat tinggalnya berdasarkan penghasilannya tiap bulan yang nyata dengan ketentuan tidak boleh melebihi penghasilan nyata sebulan;
7.     Mempunyai mata pencaharian tetap;
8.     Tidak mempunyai kewarganegaraan/kehilangan kewarganegaraannya apabila ia mempunyai kewarganegaraan Indonesia.

Dalam pasal 8 ayat 1 UU ini bahwa seorang perempuan warga negara R.I yang kawin dengan seorang asing kehilangan kewarganegaraan R.I nya apabila dan pada waktu ia dalam 1 tahun setelah perkawinannya berlangsung menyatakan keterangan untuk itu, kecuali apabila ia kehilangan kewarganegaraan R.I itu menjadi tanpa kewarganegaraan.

Seorang (pria/wanita) disebabkan oleh atau sebagai akibat dari perkawinannya kehilangan kewarganegaraan R.I ia dapat memperoleh WNI kembali jika dan pada waktu ia setelah perkawinannya terputus menyatakan keterangan untuk itu yang harus dinyatakan dalam waktu 1 tahun setelah perkawinan itu terputus, dengan ketentuan setelah perkawinan itu terputus, dengan ketentuan setelah kembali memperoleh WNI nya itu ia tidak mempunyai kewarganegaraan rangkap (pasal 11 UU NO. 62 Tahun 1958).

Ketentuan Umum Tentang Hukum Perkawinan Dalam Hukum Perdata

Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah

Prinsip-prinsip Perkawinan Menurut Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan.
Dalam ajaran Islam ada beberapa prinsip-prinsip dalam perkawinan, yaitu :
  • Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan. Caranyanya adalah diadakan peminangan terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
  • Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanita yang harus diindahkan.
  • Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu sendiri.
  • Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk selam-lamanya.
  • Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami.

Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan :
Karena pertalian nasab :
a. dengan seorang wanita yangmelahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;
b. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
c. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya

Karena pertalian kerabat semenda :
a. dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya;
b. dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya.
c. dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan
perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al dukhul.
d. dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.

Karena pertalian sesusuan :
a. dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
b. dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;
c. dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke bawah;
d. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
e. dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.


Perkawinan batal apabila :
  • Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudahmempunyai empat orang isteri sekalipun salah satu dari keempat isterinya dalam iddah talak raj`i;
  • seseorang menikah bekas isterinya yang telah dili`annya;
  • seseorang menikah bekas isterinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekasisteri tersebut pernah menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba`da al dukhul dan priatersebut dan telah habis masa iddahnya;
  • perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah; semenda dansesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-undangNo.1 Tahun 1974, yaitu :1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataukeatas.2. berhubugan darah dalam garis keturunan menyimpang yaitu antara saudara, antara seorangdengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri.4. berhubungan sesusuan, yaitu orng tua sesusuan, anak sesusuan dan bibi atau pamansesusuan.
  • isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan isteri atau isteri-isterinya

Pengerian dan sejarah Hukum Perdata Islam di Indonesia

A.    Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia


“Hukum Islam” merupakan terminologi khas Indonesia, jikalau kita terjemahkan langsung kedalam bahasa arab maka akan diterjemahkan menjadi al-hukm al Islam, suatu terminologi yang tidak dikenal dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka padanan yang tepat dari istilah “Hukum Islam” adalah al-fiqh al-Islamy atau al-Syari’ah al-Islamy, sedangkan dalam wacana ahli hukum barat digunakan istilah Islamic law .

Sedangkan terminologi ”Hukum Perdata Islam” yang menjadi telaah utama makalah ini dapat penulis uraikan bardasarkan pengertian dari kata-kata penyusunnya, sebagai berikut :

Hukum, adalah seperangkat peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang (negara), dengan tujuan mengatur tata kehidupan bermasyarakat, yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa, serta mengikat anggotanya, dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya.
Sedangkan Hukum Perdata, adalah hukum yang bertujuan menjamin adanya kepastian didalam hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain kedua-duanya sebagai anggota masyarakat dan benda dalam masyarakat. Dalam terminologi Islam istilah perdata ini sepadan dengan pengertian mua’amalah.

Kemudian frase Hukum Perdata disandarkan kepada kata Islam, Jadi dapat dipahami menurut hemat penulis bahwa ”Hukum Perdata Islam” adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rosul tentang tingkah laku mukallaf dalam hal perdata/mu’amalah yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam (diIndonesia).

Menurut Muhammad Daud Ali, ”Hukum Perdata Islam” adalah sebagian dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mu’amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Contohnya adalah hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat dan perwakafan.

B.     Sejarah Belakunya Hukum Perdata Islam di Indonesia
1)      Hukum Islam Pada Masa Kerajaan/kesultanan Islam di Nusantara
Pada masa ini hukum Islam dipraktekkan oleh masyarakat dalam bentuk yang hampir bisa dikatakan sempurna (syumul), mencakup masalah mu’amalah, ahwal al-syakhsiyyah (perkawinan, perceraian dan warisan), peradilan, dan tentu saja dalam masalah ibadah.

Hukum Islam juga menjadi sistem hukum mandiri yang digunakan di kerajaan-kerajaan Islam nusantar. Tidaklah berlebihan jika dikatakan pada masa jauh sebelum penjajahan belanda, hukum islam menjadi hukum yang positif di nusantara.

2)      Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Belanda
Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa penjajahan Belanda dapat diklasifikasi kedalam dua bentuk, Pertama, adanya toleransi pihak Belanda melalui VOC yang memberikan ruang agak luas bagi perkembangan hukum Islam. Kedua, adanya upaya intervensi Belanda terhadap hukum Islam dengan menghadapkan pada hukum adat.

Pada fase kedua ini Belanda ingin menerapkan politik hukum yang sadar terhadap Indonesia, yaitu Belanda ingin menata kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda, dengan tahap-tahap kebijakkan strategiknya yaitu:

-          Receptie in Complexu (Salomon Keyzer & Christian Van Den Berg [1845-1927]), teori ini menyatakan hukum menyangkut agama seseorang. Jika orang itu memeluk Islam maka hukum Islamlah yang berlaku baginya, namum hukum Islam yang berlaku tetaplah hanya dalam masalah hukum keluarga, perkawinan dan warisan.

Teori Receptie ( Snouck Hurgronje [1857-1936] disistemisasi oleh C. Van Vollenhoven dan Ter Harr Bzn), teori ini menyatakan bahwa hukum Islam baru diterima memiliki kekuatan hukum jika benar-benar diterima oleh hukum adat, implikasi dari teori ini mengakibatkan perkembangan dan pertumbuhan hukum Islam menjadi lambat dibandingkan institusi lainnya. di nusantara.

3)      Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Jepang

Menurut Daniel S. Lev Jepang memilih untuk tidak mengubah atau mempertahankan beberapa peraturan yang ada. Adat istiadat lokal dan praktik keagamaan tidak dicampuri oleh Jepang untuk mencegah resistensi, perlawanan dan oposisi yang tidak diinginkan.

Jepang hanya berusaha menghapus simbol-simbol pemerintahan Belanda di Indonesia, dan pengaruh kebijakan pemerintahan Jepang terhadap perkembangan hukum di indonesia tidak begiti signifikan.
4)      Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan

Salah satu makna terbesar kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah terbebas dari pengaruh hukum Belanda, menurut Prof. Hazairin, setelah kemerdekaan, walaupun aturan peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945, seluruh peraturan pemerintahan Belanda yang berdasar teori receptie (Hazairin menyebutnya sebagai teori iblis) tidak berlaku lagi karena jiwanya bertentangan dengan UUD 1945.

Teori receptie harus exit karena bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah Rosul. Disamping Hazairin, Sayuti Thalib juga mencetuskan teori Receptie a Contrario, yang menyatakan bahwa hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam.
5)      Hukum Islam Pada Masa Pemerintahan Orde Baru

Pada awal orde baru berkuasa ada harapan baru bagi dinamika perkembangan hukum Islam, harapan ini timbul setidaknya karena kontribusi yang cukup besar yang diberikan umat Islam dalam menumbangkan rezim orde lama. Namun pada realitasnya keinginan ini menurut DR. Amiiur Nurudin bertubrukan denagn strategi pembangunan orde baru, yaitu menabukan pembicaraan masalah-masalah ideologis selain Pancasila terutama yang bersifat keagamaan.

Namun dalam era orde baru ini banyak produk hukum Islam (tepatnya Hukum Perdata Islam) yang menjadi hukum positif yang berlaku secara yuridis formal, walaupun didapat dengan perjuangan keras umat Islam. Diantaranya oleh Ismail Sunny coba diskrisipsikan secara kronologis berikut ini :

a)      Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Politik hukum memberlakukan hukum Islam bagi pemeluk-pemeluknya oleh pemerintah orde baru, dibuktikan oleh UU ini, pada pasal 2 diundangkan ”Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu” dan pada pasal 63 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengadilan dalam UU ini adalah Pengadilan Agama (PA) bagi agama Islam dan Pengadilan Negeri (PN) bagi pemeluk agama lainnya.

Dengan UU No. 1 tahun 1974 Pemerintah dan DPR memberlakukan hukum Islam bagi pemeluk-pemeluk Islam dan menegaskan bahwa Pengadilan Agama berlaku bagi mereka yang beragama Islam.

b)      Undang- undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama

Dengan disahkanya UU PA tersebut, maka terjadi perubahan penting dan mendasar dalam lingkungan PA. Diantaranya:

- PA telah menjadi peradilan mandiri, kedudukannya benar-benar telah sejajar dan sederajat dengan peradilan umum, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

- Nama, susunan, wewenang, kekuasaan dan hukum acaranya telah sama dan seragam diseluruh Indonesia. Dengan univikasi hukum acara PA ini maka memudahkan terjadinya ketertiban dan kepastian hukum dalam lingkungan PA.

- Terlaksananya ketentuan-ketentuan dam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman 1970.

- Terlaksanya pembangunan hukum nasional berwawasan nusantara dan berwawasab Bhineka Tunggal ika dalam UU PA.

c)      Kompilasi Hukum Islam Inpres no. 1 tahun 1991 (KHI)

Seperti diuraikan diawal makalah ini bahwa sejak masa kerajaan-kerajan Islam di nusantara, hukum Islam dan peradilan agama telah eksis. Tetapi hakim-hakim agama diperadilan tersebut sampai adanya KHI tidak mempunyai kitab hokum khusus sebagai pegangan dalam memecahkan kasus-kasus yang mereka hadapi.

Dalam menghadapi kasus-kasus itu hakim-hakim tersebut merujuk kepada kitab-kitab fiqh yang puluhan banyaknya. Oleh karena itu sering terjadi dua kasus serupa apabila ditangani oleh dua orang hakim yang berbeda referensi kitabnya, keputusannya dapat berbeda pula, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

Guna mengatasi ketidakpastian hukum tersebut pada Maret 1985 Presiden Soeharto mengambil prakarsa sehigga terbitlah Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Makamah Agung dan Departemen Agama.SKB itu membentuk proyek kompilasi hukum islam dengan tujuan merancang tiga buku hukum, masing-masing tentang Hukum perkawinan (Buku I), tentang Hukum Kewarisan (Buku II), dan tentang Hukum Perwakafan (BUKU III)
Bulan Februari 1988 ketiga buku itu dilokakaryakan dan mendapat dukungan luas sebagai inovasi dari para ulama di seluruh Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1991 Suharto menandatangani Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991 sebagai dasar hukum berlakunya KHI tersebut.

Oleh karena itu sudah jelas bahwa dalam bidang perkawinan, kewarisan dan wakaf bagi pemeluk-pemeluk Islam telah ditetapkan oleh undang-undang yang berlaku adalah hukum Islam.

6)      Hukum Islam Pada Masa Reformasi

Era reformasi dimana iklim demokrasi di Indonesia membaik dimana tidak ada lagi kekuasaan repsesif seperti era orde baru, dan bertambah luasnya keran-keran aspirasi politik umat Islam pada pemilu 1999, dengan bermunculannya partai-partai Islam dan munculnya tokoh-tokoh politik Islam dalam kancah politik nasional sehingga keterwakilan suara umat Islam bertambah di lembaga legislatif maupun eksekutif.

Mereka giat memperjuangkan aspirasi umat Islam terrmasuk juga memperjuangkan bagaimana hukum Islam ikut juga mewarnai proses pembanguanan hukum nasional.

Diantara produk hukum yang positif diera reformasi sementara ini yang sangat jelas bermuatan hukum Islam (Hukum Perdata Islam) ini antara lain adalah

-          Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

-          Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf

-          RUU tentang Perbankan Syariah yang saat ini sedang dibahas di DPR.

SEJARAH PERSIJA

Pada jaman Hindia Belanda, nama awal Persija adalah VIJ (Voetbalbond Indonesische Jacatra). Pasca-Republik Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan, VIJ berganti nama menjadi Persija (Persatuan sepak bola Indonesia Jakarta). Pada saat itu, NIVU (Nederlandsch Indisch Voetbal Unie) sebagai organisasi tandingan PSSI masih ada. Di sisi lain, VBO (Voetbalbond Batavia en Omstreken) sebagai bond (perserikatan) tandingan Persija juga masih ada. Terlepas dari takdir atau bukan, seiring dengan berdaulatnya negara Indonesia, NIVU mau tidak mau harus bubar.
Mungkin juga karena secara sosial politik sudah tidak kondusif (mendukung). Suasana tersebut akhirnya merembet ke anggotanya, antara lain VBO. Pada pertengahan tahun 1951, VBO mengadakan pertemuan untuk membubarkan diri (likuidasi) dan menganjurkan dirinya untuk bergabung dengan Persija. Dalam perkembangannya, VBO bergabung ke Persija. Dalam turnamen segitiga persahabatan, gabungan pemain bangsa Indonesia yang tergabung dalam Persija "baru" itu berhadapan dengan Belanda dan Tionghoa. Inilah hasilnya: Persija (Indonesia) vs Belanda 3-3 (29 Juni 1951), Belanda vs Tionghoa 4-3 (30 Juni 1951), dan Persija (Indonesia) vs Tionghoa 3-2 (1 Juli 1951). Semua pertandingan berlangsung di lapangan BVC Merdeka Selatan, Jakarta.

profil PERSIJA
Nama Klub : Persija Jakarta
Julukan : Macan Kemayoran
Berdiri : Jakarta, 28 November 1928
Alamat : Graha Wisata Gelanggang Olahraga Ragunan
Lt. 2 Pasar Minggu, Jaksel
Pembina : H. Sutiyoso
Panitia Pelaksana : Rifai Ismail
Manajer : IGK. Manila
Ass. Manajer : Ir. T. Ferry Indrasyarief
Coach : DANUR WINDO
Asisten Coach : Isman Jasulmei
Administrasi : Dzulkifli
Suporter : The Jakmania
Stadion : gelora bung karno
Kapasitas Stadion : 15000

Tuesday, November 3, 2009

Cerita Lucu

Drakula Gembel


Di Inggris Utara, ada Underground Cafe yang khusus hanya untuk dracula. Di sana tersedia semua jenis darah dalam botol-botol minuman yang terdiri dari berbagai darah segala kalangan manusia.
Dracula dari Rusia masuk.
“Mau minum, Tuan?” tanya pelayan.
“Ya, beri saya sebotol darah bangsawan abad 17″
“Wah harganya seribu pounds, Tuan”
“No problem, saya punya Credit Card”
Begitu darah bangsawan diberikan, dia mengeluarkan Credit Card dari kantongnya dan meletakkannya di meja, lalu minum dengan santai.
Dracula dari Jepang masuk.
“Mau minum, Tuan?” tanya pelayan.
“Saya minta darah segar dari seorang perawan”
“Tiga ratus pounds, Tuan”
“No probrem, saya punya banyak uang”
Begitu darah segar diberikan, dia mengeluarkan uang kertas dari kantongnya dan meletakkannya di meja, lalu minum dengan santai.
Dracula dari Indonesia masuk.
“Mau minum, Tuan?” tanya pelayan.
“Mmmmmm saya minta segelas air hangat saja”
“Oh itu gratis, Tuan. Tapi dracula tidak minum air, Tuan”
“No problem, saya punya yang instant”
Begitu air hangat diberikan, dia mengeluarkan pembalut wanita bekas dari kantongnya dan mencelupkannya ke air hangat, lalu minum dengan santai…




Seorang pembantu baru dari desa tertarik pada iklan sabun deterjen merk Solikin yang bisa mencuci sendiri.
Ketika dia hendak mencuci pakaian majikannya, direndam seluruh pakaian kotor semuanya, diberi olehnya sabun merek tersebut diatas.
Dari pagi sampai siang hari dan dia cuma merendam cucian tersebut, dan majikannya heran lalu bertanya padanya sebagai berikut:
Majikan: “Netty, kamu bagaimana sih…? Masak cucian cuma kamu diamkan dari pagi sampai siang begini, tidak juga kamu cuci.”
Pembantu: “Ah Nyonya seperti tidak tahu saja sih, sabun merek Solikin itu bisa mencuci sendiri iklannya.”
Majikan: “Lalu kenapa memang…?”
Pembantu: “Ya saya cuma menunggu sampai dia selesai mencuci.”
Majikan: “…???!!!”




Suatu hari, si A, B dan C datang ke kantor untuk mengikuti tes CPNS. Hari itu materinya wawancara lisan. Satu persatu mereka dipanggil pewawancara.
Si A memasuki ruangan.
Pewawancara: “Berapa 100 ditambah 100?”
A: “250, Pak”
Pewawancara: “Maaf, Anda tidak diterima. Alasannya, Anda bermental korupsi”
Si A keluar ruangan.
Si B memasuki ruangan
Pewawancara: “Berapa 100 ditambah 100?”
B: “150, Pak”
Pewawancara: “Maaf, Anda tidak diterima. Alasannya, Anda merugikan negara.”
Si B keluar ruangan.
Si C memasuki ruangan
Pewawancara: “Berapa 100 ditambah 100?”
Si C: “Terserah Bapak. Saya siap melaksanakan”
Pewawancara: “OK! Anda diterima sebagai PNS! Alasannya, Anda penuh pengertian.”



Kejadian ini bermula ketika secara tak sengaja aku berpapasan dengan tukang Mie Ayam keliling yang biasa beredar di depan rumah. Siang itu, kulihat dia tengah berasyik masyuk di pinggir jalan, cekikikan sambil melihat sesuatu yang ada di tangannya. Bahkan saking asiknya, gerobak mie ayam itu ditinggalkannya begitu saja, seakan mengundang pemulung jail untuk mengangkutnya
Karena penasaran, diriku pun bertanya…
“Mas Jason…” (panggil saja demikian, karena dia sering dipanggil Son ama pelanggannya) “Son… mie ayamnya siji maning sooon…, sedang apa kok asik bener di pojokan?” tanyaku.
“Eh mas ganteng… (satu hal yang aku suka dari Jason adalah: Orangnya suka bicara Jujur!), ini mas, lagi update status!!…”
WADEZIG!!!
“Weehhh… njenengan fesbukan juga to??” tanyaku heran.
“Ya iyalah mas… hareee geneee ga fesbukan?!? Lagian kan lumayan juga buat menjaring pelanggan lewat fesbuk, kata pak Hermawan Kertajaya kan dalam berdagang kita harus selalu melakukan diferensiasi termasuk dalam hal pemasaran mas…”
GLEK!! Kalah gw! Gw yang sering naik Kereta ke jawa aja gak tau kalo ada yang namanya Hermawan Kereta Jaya.
“Emang mas statusnya apa?” tanyaku penasaran.
“Nih mas aku bacain: Promo Mie Ayam, beli dua gratis satu mangkok, beli tiga gratis nambah kuah, beli empat gratis timbang badan… takutnya anda obesitas… segera saya tunggu di gang Jengkol, depan tengkulak Beras Mpok Hepi. Mie Ayam Jason : Melayani dengan Hati… ampela, usus dan jeroan ayam lainnya…”
GUBRAK!!!
Dua kosong untuk mas Jason…
Gw yang udah lama fesbukan aja gak bisa bikin status se-atraktif dia.
Tapi ada yang aneh pas kulirik ke henpon yang dia pake, aku kira henponnya blekberi atau minimal nokia seri baru yang uda bisa pake internetan. Selidik punya selidik, ternyataa… henponnya lawas bin jadul… HP yang masih monokrom, suara belum poliponik, dan masih pake antena luar kayak radio AM.
“Mas, tapi kok bisa update fesbuk pake henpon sederhana gitu? (bahasa halusnya henpon lawas) Gimana caranya??”
“Owwh… gampang mas, saya tinggal nulis statusnya lewat SMS lalu kirim ke Tri?” jawab dia datar.
“Ohh… mas nya pake Kartu Three ya? Yang gratis internetan itu?”
“Bukaaaan mas, Tri itu lengkapnya Tri Ambarwati… Dia itu pacar saya, sama-sama dari Tegal, yang kerjaannya jagain Warnet 24 Jam! Jadi kalo butuh update, tinggal sms dia aja nanti dia yang gantiin status saya, lha wong dia tiap hari di depan komputer jagain warnet. Paling sebagai balesannya saya gratisin mie ayam seminggu sekali… murah to…”
Mendadak kepalaku pusing…
Bagaikan menderita dehidrasi akut sekaligus hipotermia tingkat tiga, aku limbung mendengar jawaban spektakuler dari mas Jason…
BRUK!!
“Lho mas… mas… jadi beli mie ayam ndak… kepriben iki?”
MAU UPDATE STATUS GRATIS?
PAKE TRI!
MAU???
:D